Info Website

MOHON MAAF JIKA WEBSITE KAMI BELUM SEMPURNA. HAL INI DIKARENAKAN SEDANG DALAM PROSES KONTRUKSI. TERIMA KASIH.

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip

Kisah Pak Tua Kuli Panggul

Kamis, 21 Maret 2013



Kisah pelajaran berhikmah dari keluarga pak Darsim begitu orang menyebutnya, laki-laki paruh baya yang tak tamat sekolah SD ini adalah seorang bapak yang bekerja sebagai kuli angkut, di salah satu pasar tradisional dikota besar, di daerah Jawa Barat. ia adalah seorang bapak yang yang sangat tabah, dalam menghadapi kerasnya kehidupan.

Demi sesuap nasi untuk menafkahi keluarga, Ia harus berjalan kaki menuju pasar yang jaraknya lumayan jauh, kurang lebih sekitar 6 -7 km. Terkadang Ia sampai harus numpang truk-truk pengangkut material, dan mengabaikan keselamatan dirinya saat berada diatas bak truk. Namun itulah konsekuensi yang harus dihadapinya demi sampai ketempat ia bekerja.

Sebagai kuli angkut barang dipasar, ia harus mengangkat barang yang beratnya sampai 70kg setiap hari, walau kini umurnya sedah tidak muda lagi namun sebagai kuli angkut, ia termaksuk bapak yang kuat, diumur yg semakin tua ini ia masih mampu mengangkat barang-barang yang beratnya 70-80 kg.

Sekali angkut ia hanya dibayar 2 ribu rupiah, dalam sehari ia terkadang hanya mendapat 4 kali angkut saja, jika pasar sedang ramai, ia bisa mendapat 8 kali angkut. Semua hasil yang Ia dapatkan setiap hari Ia kumpulkan, dan Ia berikan kepada istrinya untuk makan setiap hari, meski hanya 8 ribu rupiah saja yang Ia hasilkan. Ia, istrinya, dan ketiga anaknya tak pernah mengeluh atas takdir yang Allah tetapkan, dengan hidup serba kekurangan. Setiap hari seusai shalat maghrib, Ia selalu membimbing anaknya membaca Al-Qur’an, karena hanya dengan itu pak Darsim yang dulu pernah ikut mengaji di surau kecil dekat rumahnya, bisa membagi ilmu untuk anak-anaknya.

Suatu hari dibalik susah nya hidup, anak ke 3nya minta dibelikan sepatu baru karena sepatu lamanya sudah tak layak pakai lagi. Untuk menyenangkan hati anaknya, pak Darsim harus bekerja keras dan mencari tempat yang lain, agar Ia mendapat pekerjaan tambahan, supaya Ia bisa membelikan sepasang sepatu untuk anak tercinta. Karena Ia bekerja tanpa mengenal lelah, setiap hasil tambahan yang Ia terima, Ia tabung selama 30 hari Ia harus menabung, untuk menghasilkan Uang sebanyak 60, untuk sepatu anaknya.

Setelah uang yang ia tabung sudah cukup, ia pun bergegas mencari sepasang sepatu untuk anaknya, setelah ia pulang ia langsung memberikannya kepada anak bungsunya, anaknya pun menyambut dengan senyum bahagia. Sepasang sepatu baru itu menyimpan sejuta harapan Darsim agar anaknya menjadi orang yang sukses dikemudian hari, dan tak bernasib sama seperti bapaknya, menjadi seorang kuli panggul yang hanya berpenghasilan 8 ribu setiap hari.

Itulah sepenggal kisah kehidupan dari sebuah keluarga kecil dizaman yang semakin susah ini, betapa teguhnya sang bapak memperjuangkan hidup beserta dengan keluarga kecilnya, semoga dengan kisah ini kita selaku generasi penerus bangsa memiliki semangat dan keteguhan dalam meraih dan memperjuangkan cita-cita kita dikemudian hari.


Read Post | komentar

Orang Miskin Dilarang Sakit?

Kamis, 07 Maret 2013


Kisah bayi Dera yang meninggal dunia akibat tak ada rumah sakit yang mau menampung sungguh menyayat hati. Bayangkan, bayi tak bersalah itu harus meregang nyawa akibat rumah sakit yang konon tak bisa menampung dia. Yang mengenaskan, rumah sakit itu tidak hanya satu, melainkan 10 rumah sakit sekaligus.
Dan, bayi Dera tidak sendiri. Masih ada anak-anak, orangtua, hingga manusia lain yang juga menjadi korban arogansi rumah sakit. Masalah ketiadaan biaya menjadi isu utama. Rumah sakit selalu punya aturan baku yang tak bisa dilanggar oleh mereka yang kesulitan biaya. Aturan baku bernama uang jaminan.
Nyaris seluruh rumah sakit memberlakukan adanya uang jaminan untuk memasukkan pasien. Tidak ada uang, silakan pasien angkat kaki.  Jika sudah begini, si miskin pun hanya bisa gigit jari. Dia hanya mampu menanti detik-detik kematian yang bakal menjerat lehernya tanpa ampun.
Kesehatan memang masih menjadi barang mewah di negeri ini. Ada pemeo yang mengatakan, sehat itu mahal, tapi sakit itu lebih mahal. Menggetirkan, namun itulah faktanya.
Untuk mereka yang tergolong kelas menengah, biaya rumah sakit untuk mereka yang rawat jalan sudah cukup mencekik leher. Apalagi, untuk mereka yang berasal dari kelas bawah, mereka hanya bisa pasrah saja menunggu adanya uluran tangan yang akan membantu mereka meredakan sakit.
Maka, ketika ada pejabat pemerintah yang bersedia memberikan fasilitas kesehatan gratis pada masyarakat, kehadiran mereka bak oase yang menyegarkan. Bayangkan, tanpa perlu mengeluarkan biaya besar, si miskin dapat dirawat dan mendapatkan kesembuhan yang mereka dambakan.  Kendati untuk itu, mereka pun mesti harus berjuang keras menghadapi antrean yang lama dan panjang. Belum lagi mesti menghadapi keengganan para petugas kesehatan yang sering kali berwajah masam ketika harus melayani si miskin itu.
Sayangnya, keindahan berupa layanan kesehatan gratis masih langka di negeri ini. Dari seluruh provinsi negeri ini, baru segelintir saja yang menyatakan siap memberikan layanan kesehatan gratis pada masyarat. Segelintir di antaranya adalah DKI Jakarta dan Palembang.
Pertanyaan berikut yang muncul adalah mengapa hanya mereka yang berani berkata lantang untuk memberikan layanan kesehatan gratis dan murah pada masyarakat? Apa kabar dengan pejabat-pejabat lain yang juga berkoar membela rakyat pada saat kampanye? Tidakkah mereka berani mewujudkan hal serupa dengan memberikan layanan kesehatan gratis dan murah pada masyarakat?
Apa kabar pula dengan hak-hak pasien yang sering terabaikan? Mereka yang mengalami kasus malapraktik dan seperti kehilangan arah ketika akan melawan. Tentu saja, kasus Prita tak akan terlupakan begitu saja. Perjalanan panjang yang melelahkan untuk seorang ibu demi mendapatkan kebenaran. Bagaimana dengan kasus pasien yang justru harus banyak berkorban padahal dia berada di pihak yang benar. Manakah keadilan untuk pasien?
Saat ini kita masih bisa berharap. Semoga saja tidak ada lagi bayi Dera lain yang akan meregang nyawa. Mereka tak sempat berlama-lama menghirup udara dunia bukan lantaran orangtuanya tak sayang. Mereka harus kembali ke pangkuan Sang Khalik karena mereka miskin, teraniaya, dan tak berdaya.
Betapa indahnya mimpi kita semua jika negeri ini dapat memberikan kenyamanan pada warganya berupa kesehatan gratis, pendidikan murah, sampai taraf hidup yang layak. Tentu saja, ini tidak hanya untuk segelintir masyarakat, tetapi berlaku untuk semua warga negeri gemah ripah loh jinawi ini. Semuanya bukan mustahil terwujud. Masalahnya, adakah niat untuk mewujudkan itu semua?

Read Post | komentar

Kegiatan #BerbagiSarapan Di kota Pekalongan

Sabtu, 02 Maret 2013



Kegiatan #BerbagiSarapan dilaksanakan pada 3 Februari 2013. Dimulai dari kawasan Binagriya, berlanjut ke Jalan Urip Sumoharjo, Mataram, Kurinci, THR, Jalan Imam Bonjol, Jl Diponegoro, Kawasan Jatayu, Jalan WR Supratman, Panjang Wetan hingga di kawasan Kraton. Pin Merah mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu terselenggaranya acara ini. Alhamdulillah, Pin Merah dapat membagikan 115 senyuman untuk saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Diharapkan setelah ini, Pin Merah dapat membagikan ratusan hingga ribuan hingga tak terhingga senyuman untuk saudara kita..


info 085786669953
Read Post | komentar
 
© Copyright Pin Merah 2013 - Hak Cipta Undang-Undang.
Komunitas Pin Merah
Jalan Kapitten Pattimura Perum BWB I,
Kabupaten Pekalongan, Jateng 51152
Donasi Info : 085786669953