Info Website

MOHON MAAF JIKA WEBSITE KAMI BELUM SEMPURNA. HAL INI DIKARENAKAN SEDANG DALAM PROSES KONTRUKSI. TERIMA KASIH.

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip

Anak-anak Pemulung di Kampung Jawa

Rabu, 23 Januari 2013


“Kak lapar, belum makan dari semalam”. Seorang anak, berpakaian lusuh, merengek meminta makan di perkampungan pemulung, Kampung Jawa, yang belakangan aku ketahui namanya  Reza Safrianda. Dalam iba bercampur panik, takut-takut Reza pingsan, langsung saja kubuka mobil dan mencari sisa-sisa roti dan air mineral. Sia-sia, tak ada makanan, sedangkan Reza semakin memiringkan kepalanya, seolah lemas tak sanggup lagi menompang tubuh. Panik, dua orang temanku langsung lari untuk membeli makanan.
Tak lama setelah Reza makan, ia kembali belajar-bermain bersama teman-teman di pinggir sungai Krueng Aceh. Seorang ibu menghampiri aku, “ngapain diturutin anak-anak disini, aktingnya udah terlatih semua, kalian harus hati-hati dengan mereka. Maaf nak, bisa-bisa ditipu selalu kalian”.

Dari perkampungan pemulung di Kampung Jawa Banda Aceh tulisan ini bermula. Setelah setahun Oase Peduli Edukasi Negeri beroperasi sebagai relawan penompang edukasi anak-anak dari keluarga pemulung, terlalu banyak kisah yang terekam di memory relawan. Kampung Jawa adalah perkampungan yang terletak di pinggiran kota Banda Aceh. Jika kita menelusuri sepanjang sungai Krueng Aceh, pada akhir perjalanan kita akan bertemu dengan pantai berpasir hitam dengan penampilan panorama sunset langsung tanpa penghalang, ditemani kapal-kapal nelayan dan pemandangan pulau Weh serta Pulau Aceh. Namun, sedikit informasi sebelum sampai di lokasi pantai ini kita akan melewati  Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kota Banda Aceh. Sudah bisa dipastikan akan adanya sampah yang menggunung dan bau menyengat. Akan tetapi ada satu hal yang tidak semua orang tahu tentang TPA di Kota Banda Aceh ini, yaitu tentang adanya perumahan di sekitarnya.

Lantas menjadi pertanyaan bersama, siapa yang rela tinggal di arena tumpukan sampah yang bau dan jauh dari standar hidup sehat ini? Padahal Aceh masih memiliki lahan luas di daerah-daerah, yang sehat dan jauh dari polusi udara dan sampah. Lalu mengapa masih ada orang-orang yang ingin bertahan hidup di kawasan ini?.
Apa lagi jawabannya kalau bukan karena desakan ekonomi, disamping prestise telah tinggal dan hidup di kota besar. “Meski di tumpukan sampah, aroma tak sedap menyapa setiap hari, bertarung dengan matahari. Tak masalah nak, yang penting sehari bisa dapat 30 ribu sudah syukur”. Inilah  kutipan percakapan dengan salah satu keluarga di sana. Rata-rata warga kampung Jawa adalah pendatang dari daerah lain. Satu sisi para pendatang adalah rangkaian masalah baru bagi pemerintah kota, karena masalah dari warga kota asli saja belum semua terselesaikan. Namun di sisi lain, mereka masih mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia.
Akhirnya, kehidupan keluarga pemulung di Kampung Jawa inipun menyimpan misteri yang beraneka ragam. Untuk konteks wilayah Aceh, kawasan seperti ini menjadi sebuah kawasan penuh tanda tanya besar. Mengapa tidak, sepanjang perjalanan, kami membangun taman edukasi disana, banyak temuan-temuan yang tak biasa untuk masa setelah damai tertanda tangani. Ini tentang kesejahteraan dan keadilan.

Salah satu contohnya yang terjadi pada keluarga anak didik kami yang berusia 12 tahun. Perempuan kecil itu saat ini masih duduk di kelas 2 Sekolah Dasar. Ia sangat senang menggunakan pemerah bibir dan pewarna pipi. Ada apa dengan dia? Belum bisa dipastikan alasannya. Ibunya menjelaskan perempuan kecil itu adalah anak keduanya dari suami pertama yang hilang selama masa konflik. Saat ini mereka tinggal di “rumah” berukuran lebih kurang 3 x 4,5, tak jelas dimana letak dapur, kamar tidur, kamar keluarga apalagi ruang makan. Jika mandi, menyuci dan buang hajat sudah pasti lokasinya di sungai Krung Aceh yang airnya asin rasanya kuning warnanya.

Di “rumah” berdinding “google” itu hidup satu keluarga yang berjumlah delapan orang. Perempuan kecil itu memiliki kakak yang berusia satu tahun lebih tua, namun “unik”-nya sang kakak sudah mengandung satu bayi. Perempuan kecil ini juga sudah memiliki ayah baru yang sehari-hari bertarung hidup dengan mungumpulkan sampah, dua abang nelayan yang mencoba melaut ketika musim memungkinkan dan dua adik. Tak jarang tanpa sepengetahuan ayah dan ibu, dua adik ini dibawa perempuan kecil untuk meminta-minta di Simpang Lima, Penayong. Mungkin, bagi warga kota Banda Aceh, wajah perempuan kecil ini tak asing lagi.

Cerita tentang perempuan kecil ini hanya gambaran satu potret keluarga, belum lagi cerita si Sehat tampan. Si Sehat kecil ini bercita-cita menjadi guru, namun sayangnya entah mengapa ia malas untuk pergi ke sekolah. Si Sehat ini lebih senang menuju Tempat Pembuangan Akhir untuk mengutip gelas minuman bekas untuk dijual. “Malas ah ke sekolah, guru sering nggak masuk, terus waktu masuk juga sering marah-marah” jelas Sehat suatu ketika di sela-sela waktu belajar bersama kami di pinggir sungai.

Sumber

Read Post | komentar

Kelaparan, Lansia Korban Banjir Mengemis di Jalan Tol


Warga memanfaatkan kemacetan yang terjadi di ruas tol, guna meminta bantuan langsung dari penumpang dan pengemudi kenderaan yang ada dilokasi.

"Sudah dua hari ini rumah saya yang berada dibawah tol ini terendam. Saya terpaksa mengemis, karena sudah dua hari ini keluarga saya tidak makan," ujar Rasiah, salah seorang warga yang mengemis di Jalan Tol.

Ditanya soal bantuan dari pemerintah, Rasiah mengaku hingga kini belum ada bantuan untuk warga korban banjir dilingkungannya. "Beluma da bantuan, keluarga saya kelaparan dibawah sana" ujar Rasiah sambil menahan tangis.

Ya, Rasiah adalah satu dari sejumlah warga lanjut suai (lansia) yang terpaksa mengemis di ruas Tol Jakarta Merak. Tak hanya berharap uang, warga yang kelaparan juga menerima makanan sisa yang diberikan penumpang dan pengemudi kenderaan yang ada dilokasi.

Kondisi warga korban banjir yang kelaparan tersebut tentunya sangat menyayat hati. Padahal, sebelumnya Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), DR. Sutopo Purwo Nugroho menyatakan telah mengucurkan dana bantuan yang tidak sedikit untuk warga korban banjir di Banten.

Bantuan dana siap pakai dimaksud dikucurkan melalui BPBD Banten sebesar Rp 5 milyar dan BPBD Pandeglang Rp 250 juta.

Selain itu, BNPB juga telah memberikan bantuan logistik dan peralatan berupa tambahan lauk pauk, paket sandang, kidsware, tenda gulung, selimut, tikar, perahu karet dan lainnya senilai Rp 2,14 milyar pada Rabu (9/12/2012) lalu.

Read Post | komentar

3.206 Anak Miskin di Pekalongan Tidak dapat Lanjutkan Sekolah

Selasa, 22 Januari 2013


Pada tahun 2012 sebanyak 3.206 anak miskin di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, tidak dapat melanjutkan sekolah. Padahal, sekitar 40,68% APBD Kota Pekalongan telah dialokasikan untuk pendidikan.
Berdasarkan data diperoleh dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Kota Pekalongan, menyebutkan dari 15.550 warga usia 13 – 15 tahun yang seharusnya sedang duduk di bangku SMP/MTs, baru 14.735 jiwa yang menempuh pendidikan. Sehingga, 815 jiwa belum menempuh pendidikan.

Sedangkan dari 15.720 warga berusia 16 – 18 tahun, baru 13.029 orang yang tertampung di bangku SMA, SMK, maupun MA yang ada. Artinya, sebanyak 2.691 orang tidak menikmati bangku sekolah sesuai tingkatannya.

Kepala Dindikpora Kota Pekalongan Abdul Djalil mengatakan, tidak tertampungnya ribuan warga usia sekolah tersebut karena berbagai sebab yaitu kesadaran masyarakat yang rendah, ketidaktersediaan layanan, atau ketidakmampuan biaya.

Wali Kota Pekalongan Basyir Achmad mengatakan, Pemerintah Kota Pekalongan telah melakukan langkah membebaskan biaya sekolah bagi warga miskin. Bahkan, setiap sekolah harus memenuhi bebas biaya sekolah bagi 20% warga miskin yang ditampung.
“Kami prihatin dengan kondisi ini. Sehingga, kami akan carikan terobosan agar seluruh anak sekolah dapat terpenuhi hak untuk belajar, bahkan bagi warga miskin telah dilakukan dengan membebaskan seluruh biaya, bahkan mereka yang mempunyai kemampuan bagus diberikan tambahan uang saku dan buku,” kata Basyir Achmad.

Basyir mengakui, alokasi 40% APBD untuk pendidikan tidak terlalu berdampak signifikan. PaSalnya, tambah dia, sekitar 80% dari anggaran pendidikan habis dipakai untuk gaji pegawai dan guru. Sedangkan sisanya baru bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan. “Padahal tahun depan kami canangkan bebas biaya sampai perguruan tinggi bagi warga Pekalongan,” tambahnya.

Read Post | komentar

Balita Penderita Kanker Mata Butuh Bantuan

Sabtu, 19 Januari 2013

Iqror Khasyatullah, balita berumur tiga tahun ini tak sedikitpun terlihat sedih. Padahal, anak pasangan Sugeng (49) dan Ulufi Winarsih (35) warga RT 1 RW 1 Desa Slawi Kulon,  Kabupaten Tegal, men­derita kanker mata sejak Agustus 2012 lalu.
Iqror telah mendapatkan pela­yanan kesehatan secara gratis, namun untuk biaya pengobatan sehari-hari, keluarga masih butuh uluran tangan dermawan.
Saat kedatangan sejumlah wartawan, Iqror sempat ketakutan dan menangis. Namun, setelah dijelaskan oleh ibunya, Iqror malah berusaha mengakrabkan diri dan mengajak bercanda. ’’Tadi, Iqror takut dibawa ke rumah sakit lagi,’’ kata Ulufi.
Kendati mata Iqror sudah tidak bisa melihat setelah divonis dokter menderita kanker mata, anak yang sebelumnya didiagnosa menderita penyakit anemia itu seolah tak mau menyerah. Bahkan, Iqror menganggap dirinya masih bisa melihat. ’’Kalau berjalan tidak mau digandeng. Dia (Iqror-red) bermain layaknya seperti anak yang bisa melihat,’’ ujar Ulufi yang kerap dimarahi Iqror kalau menangisi penderitaan anaknya itu.
’’Kalau umi (ibu-red) mena­ngis, Iqror juga ikut menangis,’’ kata Iqror dengan lugunya.
Semangat Iqror untuk cepat sembuh sangat tinggi. Iqror tak pernah mengeluh dengan penyakit yang dideritanya sekarang. Namun, Iqror selalu menangis saat akan dibawa ke rumah sakit. Iqror agaknya bosan dengan suasana rumah sakit yang dijalaninya selama ini.
’’Iqror ingin cepat sembuh agar bisa naik pesawat terbang,’’ ucap Iqror yang tertawa lepas saat bermain lampu senter.
Sugeng menjelaskan, Iqror lahir normal layaknya anak-anak yang lain. Namun, sejak Agustus 2012 anaknya kerap bolak-balik ke rumah sakit karena kerap kekurangan darah.
Bola Mata Membesar
Dokter sempat bingung dengan kondisi anaknya, sehingga dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Hasilnya, Iqror didiagnosa menderita kanker mata. Sejak saat itu, anaknya mengalami perubahan di mata dan kepalanya.
Kepala dan bola mata Iqror terus membesar, bahkan bola matanya seolah-olah akan keluar. ’’Iqror harus menjalami kemoterapi. Ini sudah berjalan tiga kali, padahal membutuhkan delapan kali untuk kemoterapi,’’ kata Sugeng yang keseharian bekerja serabutan itu.
Dijelaskan, biaya perawatan selama ini ditanggung pemerintah dengan menggunakan Ja­minan Kesehatan Daerah (Jam­kesda)
Salurkan donasi untuk Iqror Khasyatullah melalui Komunitas Sosial Pin Merah. Semoga dengan donasi yang anda berikan dapat meringankan beban. Informasi Donasi Ardi 085786669953
Read Post | komentar

Siti Penjual Bakso berusia 7 Tahun

Jumat, 18 Januari 2013



Siti, seorang bocah yatim yang ditinggal mati ayahnya sejak usia 2 tahun. Kini Siti berumur 7 tahun. Sehari-hari sepulang sekolah Siti masih harus berkeliling kampung menjajakan bakso. Karena ia masih anak-anak, tentu belum bisa mendorong rombong bakso. Jadi bakso dan kuahnya dimasukkan dalam termos nasi yang sebenarnya terlalu besar untuk anak seusianya. Termos seukuran itu berisi kuah tentu sangat berat.

Tangan kanan menenteng termos, tangan kiri menenteng ember plastik hitam berisi mangkok-mangkok, sendok kuah, dan peralatan lain. Dengan terseok-seok menenteng beban seberat itu, Siti harus berjalan keluar masuk kampung, terkadang jalanannya menanjak naik. Kalau ada pembeli, Siti akan meracik baksonya di mangkok yang diletakkan di lantai. Maklum ia tak punya meja. Terkadang jika ada anak yang membeli baksonya, Siti ingin bisa ikut mencicipi. Tapi ia terpaksa hanya menelan ludah, menahan keinginan itu. Setelah 4 jam berkeliling, ia mendapat upah 2000 perak saja! Kalau baksonya tak habis, upahnya hanya Rp. 1000,- saja. Lembaran seribuan lusuh berkali-kali digulung-gulungnya.

Sampai di rumah, Siti tak mendapati siapapun. Ibunya jadi buruh mencangkul lumpur di sawah milik orang lain. Tak setiap hari ia mendapat upah uang tunai. Terkadang ia hanya dijanjikan jika kelak panenan berhasil ia akan mendapatkan bagi hasilnya. Setiap hari kaki Ibunda Siti berlumur lumpur sampai setinggi paha. Ia hanya bisa berharap kelak panenan benar-benar berhasil agar bisa mendapat bayaran.

Hari itu Siti ingin bisa makan kangkung. Ia pergi ke rumah tetangganya, mengetuk pintu dan meminta ijin agar boleh mengambil kangkung. Meski sebenarnya Siti bisa saja langsung memetiknya, tapi ia selalu ingat pesan Ibunya untuk selalu minta ijin dulu pada pemiliknya. Setelah diijinkan, Siti langsung berkubang di empang untuk memetik kangkung, sebatas kebutuhannya bersama Ibunya. Petang hari Ibunya pulang. Siti menyerahkan 2000 perak yang didapatnya. Ia bangga bisa membantu Ibunya. Lalu Ibunya memasak kangkung hanya dengan garam. Berdua mereka makan di atas piring seng tua, sepiring nasi tak penuh sepiring, dimakan berdua hanya dengan kangkung dan garam. Bahkan ikan asin pun tak terbeli, kata Ibunda Siti.

Sering Siti mengatakan dirinya kangen ayahnya. Ketika anak-anak lain di kampung mendapat kiriman uang dari ayah mereka yang bekerja di kota, Siti suka bertanya kapan ia dapat kiriman. Tapi kini Siti sudah paham bahwa ayahnya sudah wafat. Ia sering mengajak Ibunya ke makam ayahnya, berdoa disana. Makam ayahnya tak bernisan, tak ada uang pembeli nisan. Hanya sebatang kelapa penanda itu makam ayah Siti. Dengan rajin Siti menyapu sampah yang nyaris menutupi makam ayahnya. Disanalah Siti bersama Ibunya sering menangis sembari memanjatkan doa. Dalam doanya Siti selalu memohon agar dberi kesehatan supaya bisa tetap sekolah dan mengaji. Keinginan Siti sederhana saja : bisa beli sepatu dan tas untuk dipakai sekolah sebab miliknya sudah rusak.

Read Post | komentar

Kemiskinan


Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.

Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari PPP$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari PPP$2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001.
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
  • penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
  • penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
  • penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
  • penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
  • penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
  • Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
  • Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
  • Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.
 Sumber
Read Post | komentar

Kegiatan Perdana #BerbagiSarapan

Kami akan menyelenggarakan bakti sosial berupa #BerbagiSarapan untuk saudara kita yang kurang beruntung yang akan dilaksanakan pada :
Hari/ Tanggal : Minggu, 3 Februari 2013
Pukul : 05.30-07.00 WIB
Target Rute : Area Pekalongan
Oleh karena itu kami mengharap uluran tangan Anda demi Senyuman Mereka..

Donasi / Gabung hubungi Ardi (085786669953)
Read Post | komentar
 
© Copyright Pin Merah 2013 - Hak Cipta Undang-Undang.
Komunitas Pin Merah
Jalan Kapitten Pattimura Perum BWB I,
Kabupaten Pekalongan, Jateng 51152
Donasi Info : 085786669953